Selasa, 12 April 2011

Iran Akan Bangun Lima Reaktor Nuklir Baru


Reaktor nuklir Bushehr Iran

Pemerintah Iran akan membangun tambahan beberapa reaktor nuklir lagi setelah dua reaktor sebelumnya dianggap sukses besar. Dengan tambahan reaktor ini, Iran berarti juga akan menambah produksi uranium untuk bahan bakar.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Energi Atom Iran (AEIO), Fereydoun Abbasi, dilansir dari laman Press TV, Selasa, 12 April 2011. Dia mengatakan bahwa pemerintah Iran akan membangun empat hingga lima lagi reaktor nuklir baru.

"Iran berencana akan membangun empat sampai lima reaktor baru dengan kapasitas 10-20 megawatt di beberapa provinsi dalam beberapa tahun ke depan. Reaktor ini bertujuan untuk menghasilkan radio-medicine dan untuk keperluan riset," ujar Abbasi.

Sebelumnya, Iran telah berhasil melakukan pengujian terhadap reaktor unit dua dan tiga buatan dalam negeri Iran. Hal ini merupakan kemajuan bagi program nuklir mandiri negara tersebut.

"Untuk bahan bakar reaktor ini, kami akan menambah pengayaan uranium hingga 20 persen," tambahnya lagi.

Untuk memenuhi kebutuhan uranium ini, Abbasi mengatakan bahwa Iran akan mendirikan juga instalasi pengayaan nuklir baru.

Dia mengatakan bahwa pengayaan nuklir Iran berada di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang kerap melakukan pengawasan singkat di instalasi pengaya uranium Iran.

Abbasi mengatakan bahwa dia yakin IAEA akan dapat bekerja sama dengan Iran dan tidak memedulikan mereka yang kurang mendapat informasi yang tepat dan data yang benar, dalam hal ini adalah Amerika Serikat.

Kemajuan nuklir Iran dipandang miring oleh beberapa kalangan. Mantan kapala keamanan nuklir IAEA, Olli Heinonen, mengatakan jika Iran berhasil membangun beberapa lagi unit reaktor dan pengaya uranuim, maka tidak kurang dari setahun negara ini akan mampu membuat senjata nulklir.

"Jika mereka bisa menjalankan dengan baik mesin-mesin yang baru, dan dalam jumlah banyak, maka itu akan membuat perbedaan yang besar," ujar Heinohen, dikutip dari laman The Washington Post.

vivanews

0 comments:

Posting Komentar